Home » » Salib Kehidupan

Salib Kehidupan


Renungan kehidupan sehari-hari di sebuah negeri yang rentan krisis sehingga dimanapun sumber krisis terjadi hampir pasti negeri ini mengalami dampaknya. Sehingga bersandar pada yang kuasa adalah jalan bijak yang solutif. Pada pekan suci bagi orang Kristiani merupakan waktu yang cocok untuk merenungkan salib-salib kehidupan dan bersimpuh dihadapan-Nya guna memohon rahmat dan karunia-Nya. Amin
Dalam rangkain pekan suci yang ada beberapa hal yang menarik untuk terus kita renungkan. Pertama kita bisa melihat adanya penggambaran massa tanpa karakter ( termasuk saya, kita ? ) yang semula mengelu-elukan Yesus sebagai raja dengan berteriak “Hosana” Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan ( pada Minggu Palma ), kini ( pada Jum’at Agung ) berteriak “Salibkan Dia”. Yang kedua adalah kisah tentang dua murid Yesus yang pergi ke Emaus, meninggalkan Yerusalem tempat guru mereka mati disalibkan. Kepergian mereka bisa disebut sebagai “Pelarian” dari kepedihan yang terlalu berat untuk ditanggung. Sebab dengan peristiwa penyaliban dimuka umum, seakan-akan seluruh harapan tentang masa depan yang lebih baik, pewartaan mesianistis Yesus tentang “kerajaan Allah” punah dan tidak lagi berarti. Memang kematianNya di kayu salib membuyarkan harapan banyak orang. Tetapi justru melalui jalan penderitaan itulah Allah memuliakan Dia dengan membangkitakan-Nya dari jerat kematian. Itu pula jalan yang tersedia bagi para pengikut-Nya.
Wafat Yesus bukan wujud kepahlawanan ( heroisme ). Wafat Yesus juga tidak terkait dengan sindrom ingin menjadi martir. ( Dalam doa di taman Getsemani, Ia berharap jika mungkin cawan penderitaan tak perlu diteguknya. Namun Ia juga berharap agar bukan kehendakNya yang terjadi melainkan kehendak Bapa ). Wafat Yesus menyimpan misteri, misteri kasih yang menggetarkan hati. “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan yawanya untuk sahabat-sahabatnya”.
Mengenang wafat Yesus tidak berarti memuliakan kematian. Wafat-Nya bukan wujud cinta kematian tetapi kebalikannya. Seluruh karya Yesus adalah wujud cinta kehidupan. Tanpa kenal lelah, Ia melayani dari desa ke desa, mengajar, berdialog, menegur, menghibur, menolong, menyembuhkan dan membangkitkan. Ia memastikan kebersamaan di Firdaus kepada penjahat yang tersalib disisi-Nya ( yang bertobat ). Dengan menguasai keadaan Ia merampungkan misinya “Sudah selesai” dan menghembuskan napas terakhir.
Bagaimana respon kita ? untuk membalas cinta kasih Tuhan kita yang menempatkan diri sebagai sahabat kita ? Oleh sengsara Ilahi, manusia tidak digerakkan untuk mengalahkan diri tetapi mengabdikan diri. Perasaan tidak ditekan, tetapi mendapat alamat baru yaitu pengabdian tanpa pamrih. Hasrat utamanya bukan menyerupai kesempurnaan Ilahi tetapi “ menyelaraskan kepeduliannya dengan kepedulian Allah. Panggilan gereja yang memikul salib Kristus adalah memihak yang menderita dan terjebak politik kematian.
Memasuki tahun 2008 kita disuguhi tayangan, berita dan pemandangan yang serba memprihatinkan ( Politik dan kebijakan public yang menjauhi kehidupan : Harga bahan pokok melambung, seorang ibu membunuh anaknya, balita meninggal karena busung lapar, dsb ) namun pejabat, penguasa dan juga kita menganggap semua kejadian itu biasa. Kita terlalu banyak bicara agama. Tetapi membiarkan aroma kematian disekitar kita. Sudahkah kita benar-benar mencintai kehidupan seperti yang diajarkan Yesus ? Amin.




0 komentar: