BAPAK GENDENG ORA PAMUNGKAS
Aku seorang bapak dari tiga orang anak, harus kalap hanya karena kurang peduli atau kurang memperhatikan anak-anaknya dengan baik. Ceritanya dua minggu terakhir anakku yang nomer dua, kelas 4 SD ( Via namanya ) sering banget nangis karena dia takut cerita tentang kiamat. Dia dengar cerita bahwa kiamat sudah dekat, asal dia ingat cerita tersebut dia takut dan nangis, asal nangis saya tanya kenapa nangis dia jawab takut bahwa kiamat sudah dekat, sebagai bapak saya jelaskan bahwa itu hanya cerita bohong, kemudian nangisnya berhenti. Begitu seterusnya sering kali dia nagis yang bagi saya tanpa sebab karena sebabnya ada dalam pikirannya, tentu menjengkelkan bagi saya bapaknya yang goblog dan kurang peduli pada anak ( padahal aku guru, Katholik, Prodiakon lagi ). Puncaknya hari minggu 18 januari 2009 sore, waktu itu anakku lagi nonton TV dan tidak sengaja buka chanel TV One yang sedang menyiarkan serbuan Israel yang biadab itu ke warga Palestina di jalur Gaza, sedangkan saya lagi mau makan dan juga ngambil tempat didepan TV ( kan asik makan sambil nonton TV ). Tiba-tiba anakku nangis sambil tengkurap di lantai ketika ditanya mamanya kenapa nangis dia tidak berani jawab karena belakangan kalau dia nangis karena takut kiamat kita omelin, setelah mamanya marah baru dia ngaku kalau nanangisnya takut lihat perang Israel VS Palestina di TV yang menurutnya tanda-tanda kiamat, murkalah sang mama dengan membanting mainan di lantai, mainan tersebut mencelat mengenai kepala saya, yang terjadi kemudian kepalaku terasa “Theng” kaya kesetrum dan nasi di piring yang belum sempat saya suap saya banting “krompyaaaaaaaaang” hancur berkeping-keping, otakku nggak tahu pindah ke dengkul atau ke pantat, saya berdiri dan pintu triplek di depanku aku tonjok “jegeeeeerrrrr” bolong itu pintu ( padahal rumah kontrakan ha.ha.ha ), anakku langsung lari dan sembunyi kebalik pintu dengan mimik yang sangat ketakutan, melihat itu aku baru sadar bahwa aku seorang ayah yang guoblooooog, kuasaaaar, pengin nangis aku melihat wajah anakku yang ketakutan. Selang beberapa menit iparku dari Jakarta mampir ke rumah dan melihat kondisi rumah yang berantakan tanya ada apa, kemudian kami cerita masalahnya dan iparku bilang jangan-juangan paranoid, “Theng” kembali otakku kesetrum, jangan-jangan ini gejala awal paranoid ( meskipun guru aku nggak paham soal gejala-gejala awal paranoid, namanya juga guobloooog ) kali ini tidak diikuti dengan murka tapi diikuti perasaan ngenes, sedih, bingung, menyesal pokoknya nggak karu-karuan, yang kepikir konsultasi ke psikiater, kemana, bayarnya berapa dsb. Pembaca yang baik sengaja isi perasaan ini aku posting dengan harapan ada pembaca yang paham soal paranoid dan berkenan memberi pencerahan kepada saya sehingga saya bisa memperbaiki kesalahan saya dan mampu mendampingi anak saya, yang saya yakin mengalami luka batin yang sangat parah akibat peristiwa tersebut.